Indonesia Kiblat Asuransi Syariah Dunia
4:45 AM
adhamcorner
,
1 Comment
Asuransi
Syariah kini semakin berkembang. Sejak diperkenalkan di Indonesia pada
1994, hingga saat ini jumlah industri asuransi syariah mencapai 39
perusahaan dengan ratusan cabang tersebar di seluruh Indonesia. Kendati
demikian, pangsa pasarnya yang masih dibawah lima persen, dipastikan
akan terus berkembang di masa depan.
Muhammad Syakir Sula, praktisi sekaligus konsultan asuransi syariah, menjelaskan, melihat pertumbuhannya yang demikian pesat, Indonesia berpotensi menjadi kiblat asuransi syariah dunia. Hal ini dikarenakan dukungan dan potensi yang sangat besar yang dimiliki Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 85 persen lebih umat Islam dari 230 juta jiwa, merupakan pangsa pasar terbesar di dunia bagi industri asuransi syariah.
“Kini, tantangannya adalah meyakinkan
umat Islam untuk melek asuransi syariah. Karena, manfaatnya sangat besar
bagi kehidupan umat Islam secara keseluruhan bila dibandingkan dengan
asuransi konvensional,” kata Ketua Umum IIIS (Internasional Islamic
Insurance Society), kepada Syahruddin El Fikri dari Republika.
Berikut petikan wawancara dengan pria kelahiran Palopo, Sulawesi Selatan, 12 Pebruari 1964 ini.
Bisa dijelaskan sejarah munculnya asuransi dalam Islam?
Pratek yang mirip-mirip asuransi itu
sudah ada sejak awal Islam. Memang tidak ada hadis yang secara
eksplisit menyebut asuransi, misalnya Nabi bersabda: qola Rasulullah saw
at-ta’min halalum (asuransi itu halal, boleh). Itu tidak pernah
disebutkan. Tetapi praktek yang mirip-mirip dengan asuransi ada,
misalnya sistem aqila seperti yang disebut oleh Syekh Ibnu Hajar
Al-Asqalani dalam Fathul Bari, ketika mengutip hadis Shohih Bukhari,
dimana sistem aqilah yang mirip-mirip dengan sistem asuransi itu,
disahkan oleh Rasulullah menjadi bagian dari hukum Islam. Sejak itulah
sistem aqilah yang mirip praktek asuransi itu berlaku.
Bagaimanan praktek aqilah tersebut?
Aqilah sebenarnya dipraktekkan oleh
masyarakat Arab pada zaman pra Islam. Ketika itu, apabila ada anggota
keluarga yang meninggal dunia dan mempunyai tanggungan, misalnya
melakukan pembunuhan, maka anggota keluarga lainnya berkewajiban
menanggung dendanya (diyat). Selain dasar tersebut, dasar hukum lainnya
yang bisa dijadikan patokan adalah kebutuhan masyarakat di zaman modern.
Hampir semua pekerja, buruh, karyawan,
tentara secara otomatis diasuransikan ke Astek, Askes, Jamsostek, dan
Asabri. Kalau Anda pegawai negeri, yang mengelola pensiun, dan jaminan
kesehatan Anda adalah asuransi dana pensiun dan Askes.
Karena itu, sangat sulit menghindari
asuransi. Istilahnya asuransi sekarang sudah menjadi kebutuhan , baik
untuk jiwa, kesehatan, harta benda, dan lainnya.
Tapi ada ulama yang memandang, asuransi itu mengandung unsur maisir (judi), gharar (samar), dan riba (berlebih)?
Sejak kapan muncul istilah asuransi
syariah dan mulai dipraktekkan dengan sistem medern seperti sekarang ini
termasuk di Indonesia?
Sistem
asuransi atau ad-diyah alal
aqilah sudah ada sejak zaman Nabi kemudian turun temurun tetap ada dalam
implementasi syariah Islam sampai kepada sistem kekhalifahan yang
paling terakhir yaitu kekhalifahan Utsmaniyah di Turki yang diruntuhkan
oleh Kemal Attatur pada tahun 1920 an. Setelah itu sistem aqilah hilang
ditelan bumi. Kemudian pada Mu’tamar Ekonomi Islam tahun 1976 di Mekah
dan Majma’ al-Fiqh al Islami al ‘alami (Kesatuan Ulama Figh Dunia) tahun
1985 memutuskan bahwa asuransi konvensional yang kita kenal selama ini
bertentangan dengan syariah alias hukumnya haram, dan merekomendasikan
mendirikan asuransi ta’awuni atau takaful (Asuransi Syariah).
Merespon Fatwa ulama tersebut maka pada
tahun 1979 pertama kalinya dikenalkan asuransi syariah dalam versi
modern yaitu dengan berdirinya Islamic Insurance di Sudan. Di Indonesia
sendiri asuransi syariah pertama, yaitu Asuransi Takaful baru berdiri
tahun 1994, kira-kira dua tahun setelah berdirinya Bank Muamalat
Indonesia (BMI)
Saat ini Indonesia sudah ada 39
Perusahaan asuransi yang beroperasional secara syariah dari 50
perusahaan yang sudah mendapat rekomendasi dari DSN MUI.Hal-hal apa saja
yang bisa diasuransikan menurut Islam?
Secara teori, semua objek asuransi
mestinya bisa diasuransikan. Tetapi semakin tinggi resiko suatu objek
asuransi, semakin tinggi pula tingkat garar (ketidakjelasan) dan tingkat
gambling (judi) nya. Karena itu asuransi syariah khususnya kerugian
sepatutnya menghindari objek asuransi yang high risk (resiko tinggi),
karena objek asuransi itu gharar-nya besar dan gambling-nya juga besar.
Jadi sebetulnya semua produk-produk asuransi konvensional bisa di
“syahadatkan “ ha ha ha...
Sekarang banyak pemain dalam industri
Asuransi syariah, baik di Indonesia maupun di dunia.
Berapa besar
potensi yang seharusnya bisa diserap industri asuransi syariah?
Di dunia sekarang ini kira-kira sudah
ada sekitar 200 an asuransi syariah, umumnya mereka menyebut dengan nama
asuransi takaful atau islamic insurance. Memang rada aneh juga, cuma
Indonesia yang menyebut dengan asuransi syariah. Takaful justru lebih
banyak di negara-negara non muslim, seperti Luxemborg, Singapure,
Australia, United Kingdom, Sri Langka, USA, dan sebagainya.
Ke depan asuransi syariah akan menjadi
trend asuransi di dunia. Lihat saja negara-negara seperti Singapura,
Hongkong dan Inggris dengan Loyyd, ingin menjadi hub sharia business.
Mereka berlomba-lomba menarik investor Timur Tengah dengan membuatkan
skim-skim syariah, dengan membuatkan regulasi yang memudahkan, termasuk
kemudahan dalam aspek perpajakan.
Bandingkan dengan Indonesia yang
terkenal dengan pajak gandanya itu. Lucu kan satu-satunya negara di
dunia yang mengenakan pajak ganda untuk produk syariah hanya Indonesia.
Sudah begitu bangga pula tuh orang-orang pajak.
Dari pangsa pasar, mengapa market share asuransi syariah masih kecil dibandingkan asuransi konvensional?
Karena pemerintah kita belum concerned
dengan pengembangan asuransi syariah. Saya tidak melihat keberpihakan
pemerintah, kecuali sebatas sebagai regulator saja dalam mengawasi.
Mungkin menunggu asuransi konvensional bangkrut dulu karena ditempa
krisis seperti AIG di Amerika, atau menunggu ditutup karena terkena
negative spread seperti asuransi jiwa terbesar di Jepang, Kyo Life dan
Nippon Life belasan tahun yang lalu, baru kemudian sadar dan ada
keberpihakan pada asuransi syariah.
Mereka lupa 80% penduduk negeri ini
muslim dan membutuhkan asuransi yang halal. Dan itu tugas pemerintah
yang digaji oleh rakyat untuk memberi pelayanan yang terbaik dan
diperlukan rakyat.
Jadi, pemerintah harus turut mendorong
pertumbuhan asuransi. Seperti Malaysia, masyarakat yang antre membeli
produk asuransi. Begitu juga dengan pemerintahnya, mereka
memprioritaskan proyek-proyek agar ke asuransi syariah. Mereka bikin
undang-undang Takaful yang disebut ‘Takaful Act” sebelum industri
asuransi syariah berdiri.
Di Indonesia asuransi syariah hanya
dicantolkan satu dua pasal dalam KMK (Keputusan Menteri Keuangan) dan
Peraturan Pemerintah. Kita usulkan supaya ada undang-undang asuransi
menyusul Undang-Undang Perbankan Syariah, tapi pemerintah bilang
asuransi masih kecil jadi belum perlu. Jadi cara berfikir pemerintah
memang terbalik. Tidak melihat ini peluang , tunggu bubar dulu
konvensionalnya kali ha ha ha.
Dulu Anda pernah mengatakan dan sangat
terobsesi menjadikan Indonesia sebagai kiblat dunia untuk asuransi
syariah.
Apa yang melatar belakangi pemikiran tersebut?
Sebenarnya itu bukan kata saya, tapi
pendapat beberapa kawan direksi-direksi asuransi syariah dari luar
negeri ketika kami ada Insurance Congress di Bali beberapa tahun Silam.
Mereka bilang pak Syakir dalam waktu 10
tahun ke depan Indonesia justru yang akan menjadi kiblat asuransi
syariah di dunia, bukan Malaysia dan bukan juga Jeddah. Itu yang ngomong
CEO Takaful Ikhlash Malaysia dan CEO Takaful Jeddah. Di situ ada juga
dari Takaful Singapura. Mereka bilang, sambil becanda, “tapi kalau
Indonesia tak berkenan tak apalah kami saja Singapura yang jadi kiblat
katanya, nanti kami bikinkan banyak-banyak cabang Takaful Singapura di
Indonesia”. Gila gak? Ini tantangan buat bangsa Indonesia. Karena
itu, saya pun terobsesi untuk menjadikan Indonesia sebagai kiblatnya
dunia untuk asuransi syariah.
Apa saja potensi yang bisa mendorong Indonesia menjadi kiblat sebagai asuransi syariah dunia?
Pertama, kita adalah negara terbesar
berpenduduk muslim di dunia. Sedangkan konsep syariah seperti mudharabah
(bagi hasil) atau di pedesaan dikenal dengan maro, matelu, itu kan
konsepnya rakyat, petani, dan peternak asli Indonesia. Dengan regulasi
yang cukup, sosialisasi yang memadai, keberpihakan dari pemerintah dan
DPR, konsep syariah akan berkembang pesat.
Kedua, saat ini dengan tingkat income
per kapita yang ada, penduduk Indonesia baru sekitar 12 persen yang
berasuransi. Artinya, peluang pasarnya masih sangat besar ke depan. Anda
bayangkan jika produk asuransi syariah dibikin lebih customized,
berdasarkan kebutuhan masyarakat, saya yakin asuransi syariah akan
meningkat dengan pesat bersamaan dengan semakin naiknya income per
kapita.
Ketiga, saat ini sebetulnya premi
asuransi (konvensional dan syariah) cukup besar tetapi yang menikmati
adalah reasuransi luar negeri. Karena kapasitas asuransi dan reasuransi
di Indonesia masih sangat kecil, sehingga premi asuransi general
insurance seperti oil & gas, mungkin sampai 60-70 persen mengalir
ke luar negeri melalui instrumen reasuransi. Jadi usul saya kalau
reasuransi syariah disatukan dan di perbesar modalnya oleh pemerintah,
maka sebagian dari yang 70 persen capital fly tadi, bisa ditahan di
Indonesia.
Apa saja kendala yang dihadapi asuransi syariah ?
Kendala utama aspek permodalan. Umumnya
asuransi syariah yang berbentuk divisi yang berdiri di awal-awal
modalnya sangat kecil. Bayangkan mau bisa cover apa divisi/cabang
syariah dengan modal awal cuma 2,5 milyar. Mau bisa promosi apa asuransi
yang modalnya “dengkul”, maaf. Itu yang membuat susah bersaing dengan
konvensional
Ada perusahaan asuransi yang preminya
saja dalam satu tahun 1 triliun, tapi bikin divisi syariah hanya memberi
modal 5-10 milyar. Itu kan gak serius namanya. Mereka buka divisi
syariah, hanya mau menampung nasabah yang sudah ada, jangan sampai lari,
jadi dibuatkan penampungnya, yaitu cabang syariah. Tapi kaitan masalah
modal ini, sudah diatur cukup baik oleh depkeu. Jadi saya juga secara
jujur bilang kebijakan ini sejak 2008 sudah ada regulasi yang baik dari
Bapepam LK.Secara umum, masyarakat kita belum begitu 'melek' tentang
asuransi. Bahkan, pandangan yang didapat, justru menempatkan asuransi
sebagai pihak yang kurang diminati.
Mengapa demikian?
Sekarang ini bersamaan dengan pesatnya
teknologi informasi dan meningkatnya kebutuhan hidup, pemahaman dan
kebutuhan masyarakat terhadap asuransi sudah semakin baik. Persoalannya
sekarang adalah kemampuan untuk menyisihkan penghasilan yang masih
pas-pasan untuk berasuransi.
Saya kira juga citra negatif pelaku
industri asuransi khususnya ‘oknum sales’, sudah semakin kecil. Mereka
mulai bekerja secara profesional, terutama dengan masuknya asuransi
tingkat dunia seperti Allianz, Prudencial, Manulife, AIG, dan lain lain,
citra pelayanan asuransi sudah semakin baik.
Perusahaan-perusahaan lokal juga sudah cukup banyak yang bisa bersaing secara profesional dengan yang besar-besar tadi.
Praktek marketing menyimpang, seperti
yang saya sebut dalam buku “Marketing Bahlul” saya, sesungguhnya tidak
didominasi oleh industri asuransi lagi. Prilaku-prilaku menyimpang itu,
baik dari segi moral maupun riswah (suap), saat ini justru banyak
terjadi di bidang bisnis lainnya.
Ada kesan di masyarakat, industri
asuransi hanya cocok buat masyarakat kelas menengah keatas. Sementara
untuk masyarakat kelas bawah tidak. Bagaimana menurut pandangan Islam
hakikat dan tujuan asuransi sesungguhnya?
Yah memang masih ada kesan seperti itu,
tapi ini lambat laun bersamaan dengan sosialisasi tentang fungsi
asuransi akan semakin bergeser. Di atas tadi sudah saya jelaskan betapa
banyak fungsi asuransi seperti kesehatan, kecelakaan, kematian, yang
justru untuk masyarakat kelas bawah. Asuransi sosial seperti jamsostek,
astek, askes, asabri, itu kan asuransi untuk menengah kebawah semua.
Cuma masyarakat gak tau kalau itu sebetulnya menggunakan mekanisme
asuransi.
Produk lain, yang perlu menjadi
perhatian industri asuransi sekarang adalah micro insurance. Ini pangsa
pasarnya sangat sangat besar dan sama sekali belum tergarap, yaitu
asuransi yang ditujukan untuk tukang cendol, tukang combro, pedagang
kaki lima, sektor informal, petani, pedagang kecil, dan lain lain.
Produk ini sedang dikembangkan teman-teman di beberapa kabupaten di Jawa
Barat, namanya Asuransi Takmin. Ini produk inovatif untuk masyarakat
tingkat bawah.
Apa hal yang paling pokok perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional?
Banyak yang bilang produk syariah itu
sama saja dengan produk konvensional. Termasuk asuransi syariah. Sayang
bilang pandangan itu keliru. Pak Kyai Ma’ruf Amin, Ketua DSN MUI, malah
pernah bilang ... “bedanya sama dengan antara langit ke tujuh dengan
sumur bor”. Tentu beliau bercanda. Tapi saya sebagai praktisi syariah
membetulkan statemen itu, karena secara operasional memang berbeda.
Perbedaan prosesnya dalam rangka
menghilangkan hal-hal terlarang oleh syariah dalam praktek asuransi
konvensional. Jadi dalam istilah santri menghilangkan illat-nya atau
alasannya mengapa konvensional itu diharamkan.
Jika dilihat dalam aspek syariah,
perbedaannya karena dalam asuransi syariah tidak ada lagi hal-hal yang
terlarang seperti gharar, maisyir, dan riba. Dari segi ekonomi,
produk-produk asuransi syariah jauh lebih unggul dibanding konvensional.
Saat ini asuransi konvensional
menerapkan istilah 'NO CLAIM BONUS' sebagai 'lawan' dari konsep yang
dijalankan asuransi syariah dengan sistem bagi hasil, dimana peserta
bisa menikmati “bagi hasil” diakhir masa kontrak. Menurut Anda?
Yah no claim bonus di konvensional
sering dijadikan “senjata” untuk melawan asuransi syariah di market.
Tapi sebetulnya no claim bonus itu ‘serupa tapi tak sama’ dengan
mudharabah (bagi hasil) di syariah. Memang sama-sama memberikan
kembalian alias bagi hasil jikalau tidak ada klaim atau masih ada
selisih antara premi dan klaim secara keseluruhan di akhir masa kontrak.
Sampai disitu sama. Tapi no claim bonus secara syariah tidak halal
karena sistemnya adalah konvensional dimana didalamnya masih ada gharar,
maisyir dan riba. Sedangkan yang ‘bagi hasil’ karena sistemnya pake
syariah maka dia halal.
Kalau saya boleh kasih ilustrasi,
kira-kira yang no claim bonus itu identik dengan ayam goreng yang
dipelintir (tidak di potong pake bismillah) maka haram, sedangkan ‘bagi
hasil’ di syariah adalah ayam goreng yang dipotong pake bismillah maka
halal. Rasanya memang bisa sama, tapi prosesnya yang berbeda.
source : http://www.syakirsula.com
asuransi kendaraannya, ada?
Bgm kalo tdk ada klaim dlm setahun?